MAKALAH
PARADIGMA SOSIOLOGI
Diajukan Untuk Memenuhi Mata
Kuliah
“Sosiologi”
Dosen Oleh : Mohammad
Thohir, M.Pd.i
Nama kelompok II:
1.
Dwi Pratiwi Amallia (BO3211005)
2.
Erma Ayu Septiani (B03211008)
3.
Ikwan Winda Kurniawan (B73211077)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN
AMPEL
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
SURABAYA 2012
Latar Belakang
Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian
dikembangkanlah metode baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma
ilmu, yaitu manusia yang disebut metode kualitatif. Kemudian berkembanglah
istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta ilmu pengetahuan lain
misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainnya.. Dengan
demikian paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam proses
kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan, dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan
paradigma tertentu yang diyakini kebenarannya.
Paradigma adalah gambaran fundamental dari pokok bahasan dalam ilmu
pengetahuan. Dia menentukan apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang
harus diajukan, bagaimana pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diajukan, dan
aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban-jawaban yang diperoleh.
Paradigma adalah unit terluas dari konsensus dalam ilmu pengetahuan dan
membedakan satu komunitas ilmiah dari yang lain. Ia memasukkan, mendefinisikan,
dan menghubungkan sejumlah contoh, teori dan metode serta instrument yang ada
didalamnya. Kemudian, bertolak dari suatu
paradigma atau asumsi dasar tertentu seorang yang akan menyelesaikan
permasalahan dalam ilmu pengetahuan tersebut membuat rumusan, baik yang
menyangkut pokok permasalahannya, metodenya agar dapat diperoleh jawaban yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Paradigma sosial merupakan kerangka berpikir dalam masyarakat yang
menjelaskan bagaimana cara pandang terhadap fakta kehidupan sosial dan
perlakuan terhadap ilmu atau teori yang ada. Paradigma ini juga menjelaskan
bagaimana meneliti dan memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai
landasan untuk menjawab masalah
SOSIOLOGI
Pengertian
paradigma
Paradigma di artikan sebagai pandangan yang mendasar dari suatu
disiplin pengetahuan tentang subject matters atau pokok persoalan yang
semestinya dipelajari oleh setiap komunitas ahli ilmu. Paradigm merupakan suatu
consensus yang terdapat dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Consensus
dilakukan oleh seorang atau kelompok yang memiliki pandangan yang relative sama
dalam memandang pokok persoalan.[1]
1.
Paradigm Fakta
Sosial
Menurut Rizert, paradigm fakta social yang dikemukakan oleh Emile
Duekheim menitik beratkan analisisnya terhadap system social dan setruktur
social. Timbulnya gejala social disebabkan oleh system atau setruktur social
yang memepengaruhi diri manusia sangat dominan, sehingga tindakan yang muncul
tidak lain adalah bagian dari prototype suatu system. Suatu system atau
setruktur yang mempengaruhi seseorang bertindak disebut sebagai fakta social.
Karakter system social adalah sesuatu yang abstrak, sulit untuk diraba
keberadaannya tetapi dirasakan pengaruhnya dalam membentuk suatu tindakan.
Keberadaan fakta social ada dalam suatu system atau struktur social dan tidak
berada dalam idea tau diri manusia.
Menurut durkheim fakta sosial di nyatakannya
sebagai barang sesuatu yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek
penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat di pahami nelalui
kegiatan mental murni ( spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan
penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Arti pentingnya pernyataan
durkheim ini terletak pada usahanya untuk menerangkan bahwa fakta sosial tidak
dapat di pelajari melalui intropeksi. Fakta sosial harus di teliti di dlm dunia
nyata sebagai mana orang mencari barang sesuatu yang lainnya.[2]
Menurut Durkheim fakt sosial terdiri dari dua
macam:
1. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu
yang dapat di simak di tangkap dan di observasi. Fkta sosial yang berbentuk
material ini adalah bagian dari dunia nyata contonya , arsitektur ,norma hukum
dan peraturan
2. Dalam bentuk non- material, yaitu sesuatu yang
di anggap nyta atau ektersnal. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang
bersifat intersubjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia
contohnya egoisme dan opini.
Fakta social itu bersifat eksternal dan coercive.[3]
Bersifat eksternal karena fakta social berada di luar idea tau diri manusia.
Norma atau aturan hokum, misalnya, hanya di ketemukan dalam suatu masyarakat,
tidak dalam diri seseorang. Norma atau aturan tumbuh dan berkembang mengikuti
perkembangan masyarakat dan tidak tergantung pada indivdu. Boleh jadi aturan
itu lahir tanpa harus menunggu kelahiran seseorang. Bersifat coersive karena
fakta social itu bersifat memaksa seseorang untuk bertindak sesuai dengan
keinginan dari system itu. Meskipun berada di luar diri manusia tetapi system
dan setruktur mempunyai kekuatan memaksa. Seseorang akan melakukan sesuatu
apabila mendapatkan pengaruh dari luar dirinya. Artinya tindakan yang di
lakukan tidak lepas dari pengaruh sitem-sistem. Terbentuknya hokum atau aturan,
misalnya, adalah sesuatu yang berada di luar diri manusia, tetapi mempunyai
daya paksa sehingga manusia mematuhi dan tunduk pada aturan tersebut. Sesorang
yang melanggar suatu aturan akan dikenai sanksi dan sanksi ini sebagai bukti
bahwa hokum mempunyai daya paksa. Unsure pemaksaan akan berangsur-angsur
berkurang dan tidak terasa lagi sebagai paksaan bersamaan dengan seringnya
tindakan itu dilkaukan sebagai suatu hal yang biasa dilakukan. Paradigm ini
menggambarkan seseorang sebagai sesuatu yang pasif dan menunggu pengarh dari
system atau setruktur dalam bertindak.
Teori- teori
Ada empat teori yang tergabung ke dalam paradigma
fakta sosial antara lain.[4]
1. Teori fungsionalisme struktural
Teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan
perubahan- perubahan dalam masyarakat. Konsep- konsep utamanya adalah : fungsi,
disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan.
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu
sistem sosial yang terdiri atas bagian- bagian atau elemn yang saling berkaitan
dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian
akan menbawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah
bahwa setip setruktut dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain.
Sbaliknya kalau tidak fungsinal maka setruktur itu tidak akan ada atau akan
hilang dengan sendirinya. Contonya adalah : perbudakan dalam sistem sosial
Amerika Serikat lama, khsusbya di bagian selatan. Perbudakan tersebut jelas
fungsional bagi masyarakat Amerika kulit putih. Karena sistem tersebut dapat
menyediakan tenaga buruh yang murah, memajukan ekonomi pertanian kapas serta
menjadi sumber bagi status sosial terhadap kulit putih. Tetapi sebaliknya,
perbudakan mempunyai disfungsi. Sistem perbudakan membuat orang sangat
tergantung kepada sistem ekonomi agraris sehingga tidak siap untuk memasuki
industrialisasi.
2. Teori konflik
Teori ini tidak seimbng antara kekuasaan dan wewenang. Maka teori konflik
menilai keteraturan yanf terdapat dalam masyarakat itu hanyalah di sebabkan
karena adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang
berkuasa.
Tori ini dalah wewenang dan posisi. Keduanya
merupakan fakta sosial inti tesisinya sebagai berikut. Distribusi kekuasaan dan
wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang menentukan
konflik sosial secara sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda dari
adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perberdaan posisi dan wewnang di antara
individu dalam masyarakat itulah yang harus menjadi perhatian utama para
sosiolog. Sertruktur yang sebenarnya dari konflik- konflik harus di perjatikan
di dalam sususnan peranan sosial yang di bantu oleh harapan- harapan terhadap
kemungkinan mendapatkan dominasi. Tugas utama menganalisa konflik adalah
mengidentifikasi berbagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.
3. Teori sistem
Teori sistem merujuk pada
serangkaian pernyataan mengenai hubungan diantara variabel dependen dan
independen yang diasumsikan berinteraksi satu sama lain. Artinya perubahan dalam
satu atau lebih dari satu variabel bersamaan atau disusul dengan perubahan
variabel lain atau kombinasi variabel.
4. Teori sosiologi makro
Teori Sosiologi Makro, yaitu
teori-teori yang difokuskan pada analisis proses sosial berskala besar dan
jangka panjang, meliputi teori tentang: evolusionisme, sistem, konflik,
perubahan sosial, dan stratifikasi.
Metode
Untuk mengungkap suatu fakta social, data di kumpulkan melalui
teknik kuesioner dan interview.[5]
Untuk menghindari jawaban yang bersifat subyektif dari para responden, maka
harus disusun pertanyaan-pertanyaan yang runtut dan sistematis yang
menggambarkan tujuan riset. Dengan demikian akan diperoleh jawaban yang tepat
dari setruktur kelompok atau dari unit sosialnya. Mengenai teknik pengambilan
sampelnya dapat digunakan snow ball sampling, yang nantinya jumlah anggota
sampel makain bertambah besar sehingga mudah didapatkan informasi tentang fakta
social.
Pemakaian metode kuesioner dan interviu tidak
mampu menyajikan informasi yang sungguh- sungguh bersifat fakta sosial. Yang
mampu di sajiknnya hanyalah informsi yang di kumpulkan dari individu. Jawaban
dari para individu itu memang dapat disimpulkan. Tetapi ini baru merupakan
kesimpulan dari bagian- bagian persial, yang sebenarnya bukan suatu hasil dalam
bentuk fakta fakta sosial seperti yang diinginkan semula. Memang mungkin juga
individu di mintai kesediaan untuk
memberikan fakta sosial. Tetapi keterangan yang di berikannya itu sudah di
warnai oleh kacamata individu itu sendiri. Karena itu bisa terjadi bahwa apa
yang dimaksudkn sebagai fakta sosial oleh individu yang memberikannya,
sebenarnya adalah barang sesuatu menurut pandngnnya atau menurut
interprestasinya sendiri. Jadi ironisnya terletak pada kemunngkinan bahwa fakta
sosiaal yang diinginkan dari individu itu akan tercampur dengan fakta
individul.
2.
Paradigm
Definisi Sosial
Paradigma ini lahir sebagai respon atas paradigm fakta social yang
menganalisis fenomena social secara komprehensif.[6]
Analisis paradigm ini menitikberatkan pada tindakan social yang dilakukan
berdasarkan atas kesadaran penuh seseorang. Yang dimaksudkan tindakan social
adalahtindakan yang dilakukan oleh seseorang yang mengandung makna bagi dirinya
sendiri dan tindakan itu diarahkan pada pihak lain. Tindakan yang diarahkan
pada pihak lain akan mendapatkan respon atau reaksi balik yang berupa tindakan
juga.
Paradigma ini bertolak dari asumsi bahwa manusia mempunyai kemampuan yang
kreatif, inovatif, dan daya selektif yang kuat, sehingga apa yang diperbuat
bersumber dari dalam dirinya. Tindakan seseorang merupakan cerminan dari
dirinya sendiri dan mereka bebas untuk melakukan perbuatan tanpa terpengaruh
oleh system atau setruktur social di luar dirinya. Diri manusia merupakan sumber
inspirasi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat dan tanpa ada
sifat-sifat itu tidak akan ada perubahan dalam peradaban manusia. Jadi menurut
paradigma ini, system atau setruktur di luar diri manusia tidak mempunyai
kemampuan mempengaruhi potensi dalam diri manusia. Tokoh utama paradigm ini
adalah Max Weber yang telah melahirkan teori Aksi Social atau social action.
Menurut paradigma ini, dalam mengamati tindakan social diperlukan
pemahaman atau penafsiran dari tindakan social tersebut. Karena itu yang
menjadi perhatian paradigm ini adalah usaha mrngungkap apa yang menjadi
perhatian paradigm ini adalah usaha mengungkap apa yang menjadi keinginan dari
si actor dalam melakukan suatu tindakan dan mengapa ia melakukan tindakan itu.
Sehubungan dengan itu Weber menggunakan istilah verstehen atau interpretative
understanding, yaitu suatu konsep untuk memahami makna sedalam-dalamnya
dari fenomena yang muncul atas tindakan social manusia.
Untuk mendapatkan makna dari suatu tindakan social, seorang peneliti harus menempatkan dirinya
seolah-olah sebagai actor atau pelaku. Tanpa mengambil peran seperti itu
kemungkinan besar ia sulit mengungkap motif dari suatu tindakan social. Selain
itu, peneiti juga harus berupaya memberikan interpretasi terhadap tindakan
social itu sesuai dengan maksud dan tujuan pelaku atas tindakannya itu.
Tindakan sosial itu adalah tindakan individu
sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan
di arahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya tindakn individu yang
diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semataa tanpa di hubungkannya
dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan seorang
melempar batu ke sunagi itu bukn tindakn
sosial. Tapi tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan melemparkan batu tersebut di
maksudkannya untuk menimbulkan reaksi dari orang lain seperti mengganggu
seseorang yang sedang memancing.
Teori- tori
Ada tiga teori yang termasuk ke dalam
paradigma definisi sosial.[7]
1. Teori aksi
Dalam teori aksi di terangkan oleh konsepsi Parsons tentang kesukarelaan.
Salah seorang tokoh menyatakan bahwa organisasi masyarakat manusia merupakan
kerangka di mana terdapat tindakan sosial yang bukan di tentukan oleh kelakuan
individunya.
Beberapa asumsi fundamental teori aksi di
kemukakn oleh Hinkle dengan merujuk karya Maciver, Znaniecki dan Parsons
sebagai berikut:
a) Tindakan manusia muncul dari kesadaranya
snediri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai
obyek.
b) Sebagai subyek manusia bertindak atau
berperilaku untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan
tanpa tujuan.
c) Dalam bertindak manusia menggunakan cara,
teknik , prosedur, metode serta perangkat yang di perkirakan cocok untuk
mencapai tujuan tersebut.
d) Kelangsungan tindakan manusia hanya di batasi
oleh kondisi yang tak dapat di ubah dengan sendirinya.
e) Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi
terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah di lakukannya.
f) Ukuran- ukuran, aturan- aturan atau prinsip-
prinsip moral di harapakan timbul pada saat pengambilan keputusn.
g) Studi mengenai antar hubungan sosial
memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode
verstehen, imajinasi, sympathetic reconstruction atau sekan- akan mengalami sendiri
ficarious experience)
Jadi kesimpulan utama yang dapat di ambil
adalah bahwa yindkn sosial merupakan suatu proses di mana akter terlibat dalam
pengambilan keputusan- keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi
kemungkinan- kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma—norma,
ide- ide dan nilai- nilai sosial. Di dalam menghadapi situasi yang bersifat
kendala baginya itu, aktor mempunyai sesuatu di dalam dirinya berupa kemauan
bebas.
2. Teori interaksionisme simbolik
Ketika teori aksi berhenti di tengah jalan bik secara teoritis maupun
empris, kalau di lihat dari segi intensitas aplikasi teorinya, maka dalam
keadan kosong itu muncul suatu prespektif baru yang kemudian menjadi kkuatan
utama ilmu sosilogi. Prespektif yang di maksud adalah interaksionosme simbolik.
Pendekatan dari intereksionisme simbolik ini mengikuti pendektan Weber dalam
teori aksi. Sumbangan Parsosns dalam pengikut utama Weber terhadap pengembangan
teori baru ini juga sangat besar, walaupun tanpa pengakuan dan penganut teori
ini.
Teori ini mnolak pandangan paradigma fakta
sosial dan paradigma perilaku sosial dengan alasan yang sama. Keduanya tidak
mengakui arti penting kedudukn individu. Bagi paradigma fakta sosial individu
di pandangnya sebaagai orang yang terlalu mudah di kendalikan oleh kekuatan
yang berasal dari luar dirinya seperti kultur, norma dan peranan- peranan
sosial. Sehingga pandangan ini cenderung mengingkari kenyataan bahwa manusia
mempeunyai kepribadian sendiri sedangkan paradigma perilaku sosial melihat
tingkah laku manusia semta- mata di tentukan oleh suatu rangsangan yng datang
dri luar dirinya. Kenyataan bahwa manusia mmpu menciptakn dunianya sendiri, di
ingkari oleh kedua paradifm itu.
Kesimpulan dari teori ini sebagai berikut kehidupan bermsyaarakt terbentuk
melalui proses interaaksi dan komunikasi antar individual dn antr kelompok
dengan menggunakan simbol- simbol yang di pahami maknany mellui proses belajar.
Tindakan seseorang dalamprosese interaksi itu bukan semat- mt merupakan sutu
tnggapak yang bersifat langsung terhadap stimilus yang datang dari lingkunganny
atau dari luar dirinya. Tetapi tindakan itu merupakan hasil dari pada proses
interpretasi terhadap stimulus.jadi merupakan hasil proses belajar, dalam arti
memahami simbol- simbol, dan saling menyesuaikan makna dari simbol- simbol itu.
Meskipun norma- norma, nilai- nilai sosial dan makna dari simbol- simnol itu
memberikan pembatasan terhadap tindakannya, namun dengan kemampuan berfikir
yang dimilikiny manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan dann
tujuan- tujuan yang hendak di cspiny.
3. Teori Fenomenologi (phenomenological
sociology)
Persoalan pokok yang hendak yang diterangkan oleh teiri ini justru
menyangkut persoalan pokok ilmu sosial sndiri, yakni bagaimana kehidupan
bermasyarakat itu dapat terbentuk. Ada empat unsur pokok dari teri ini:
Metode
Dengan demikian, metode yang digunakan dalam
mengungkap fenomena social adalah
participant observation atau participant as observer dengan
pertimbangan bahwa dalam upaya memahami suatu realitas social yang melibatkan
peran kuat dari tindakan seseorang diperlukan kedekatan antara peneliti dengan
para pelaku, sebagai obyek riset. Pengungkapan tindakan social yang bersumber
dari potensi diri manusia melibatkan factor yang bersifat subjective,
sehingga untuk ini metode kuesioner tidak cocok.
Metode ini meskipun dapat di terapkan tetapi
jarang di pergunakan. Alasannya karena metode ini dapat mengganggu sepontanitas
tindakan serta kewajaran dari sikap si aktor yang di selidiki. Melalui
penggunaan observasi dapat di simpulkan hal- hal intrasubyektif dan
intersubjektif yang timbul dari tindakan aktor yang di amati.
3.
Paradigm
Perilaku Sosial
Paradigm ini muncul paling akhir dibandingkan dengan dua paradigma
yang telah di sebutkan sebelumnya. Jika kita menggunakan logika berfikir Hegel
mengenai teas, antitesa, dan sintesa, maka dapat dibilang bahwa paradigm
Perilaku Sosial ini merupakan sintesa dari dua paradigma terdahulu.[8]
Menurut paradigm perilaku social, pemikiran yang memutuskan
perhatian pada system atau setruktur social, seperti yang berlangsung dalam
paradigma Fakta Social, dapat mengalihkan perhatian kita dari tingkah laku
sebenarnya manusia. Sebab system atau setruktur itu adalah sesuatu yang jauh
dari realitas social. Begitu juga pengagungan individu-individu manusia dengan
menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dari kreatifitas yang bersumber
dari diri manusia, seperti yang disodorkan oleh paradigm Definisi Sosial, merupakan
pandangan yang bersifat subyektif dan aspeknya sangant psikologis, sehingga
menjauhkan sosiologi dari dunua empiris. Jadi kedua paradigm ini menjauhkan
sosiologi dari tingkah laku atau perilaku yang diimbulkan oleh interaksi social
yang terdapat dalam lingkungan pergaulan masyarakat.
Menurut paradigma Perilaku Social, interaksi social menduduki
posisi yang sangat penting dalam suatu komunitas karena selalu menimbulkan
perilaku dan perubahan perilaku berikutnya. Tetapi secara konseptual perilaku
di sini harus dibedakan dengan perilaku
menurut paradigma Definisi Sosial yang memposisikan manusia sebagai
actor yang mempunyai kekuatan kreatif. Dalam paradigma Perilaku Social,
individu kurang memiliki kebebasan dalam tingkah laku. Tingkah lakunya itu di
tentukan oleh stimulus dari luar dirinya. Jadi dibandingkan dengan pandangan
paradigma Definisi Sosial, tingkah laku manusia menurut paradigma ini lebih
bersifat mekanik. Mengenai pandangan paradigm Fakta Social bahwa tindakan
manusia ditentukan oleh system atau setruktur social di luar diri manusia,
paradigm Perilaku Social mengakui adanya penagruh itu tetapi tidak dominan.
Yang penting sejauh mana pengaruh itu tetapi menimbulkan perilaku berikutnya.
Teori-teori
Ada dua teori yang termasuk ke dalam paradigma
perilaku sosial.[9]
1. Behavioral sociology di bangundalam rangka
menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Teroi
inimemusatkan perhatiaannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku
yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Akibat-akibat
tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independen. Ini berarti bahwa teori
ini berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat
yang mengikutinya kemudian. Jadi nyata secara metafisik ia mencoba menerangkan
tingkah laku yang terjadi di masa sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang
terjadi di masa yang akan datang. Yang menarik perhatian behavioral sociology
adalah hubungan historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan
aktor dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkah laku yang
terjadi di masa lalu mempengaruhi tingkah laku yang terjadi di masa sekarang.
Dengan mengetahui apa yang di peroleh dari suatu tingkah laku nyata di masa
lalu akan dapat diramalkan apakah seseorang aktor akan bertingkah laku yang
sama(mengulanginya) dalam situasi sekarang. Contoh yang sederhana adalah
tentang makanan. Makana dapat dinyatakan sebagai ganjaran yang umum dalam
masyarakat yang umum. Tapi bila seseorang sedang tidak lapar maka makan tidak
akan di ulang. Lalu apakah sebenarnya yang menentukan: apakah ganjaran yang
akan diperoleh itu yang menyebabkan perulangan tingkah laku? Bila aktor telah
kehabisan makan, maka ia akan lapar adan makanan akan berfungsi sebagai pemaksa.
Sebaliknya biala ia baru saja makan, tingkat kerugiannya menurun sehingga
makanan tidak lagimenjadi pemaksa yang efektif terhadap perulangan tingkah
laku.
2. Teori Exchange
Tokoh utamanya adalah George Homan.teori ini dibangun
dengan maksud sebagai raksi terhadap paradigma fakta sosial.
a. Pandangannya tentang emergence
Homan mengakui bahwa selama berlangsungnya proses
interaksi, timbul satu fenomena baru. Oleh penganut paradigma perilaku sosial
sebagian dari konsep ini dapat di terima.
b. Pandangan tentang psikologi
Psikologi waktu itu memusatkan perhatiannya terutama
kepada bentuk-bentuk tingkah laku yang bersifat instingtif dan mengasumsikan
bahwa sifat manusia adalah sama secara unuversal.
c. Metode penjelasan dari Durkheim
Menurut Durkheim obyek studi sosiologi adalah barang
sesuatu dan sesuatu yang di anggap sebagai barang sesuatu. Barang sesuatu yang
menjadi obyek studi sosiologi ini dapat diterangkan bila dapat di ketemukan
faktor-faktor penyebabnya. Homan mengakui bahwa fakta sosial fakta sosial
tertentu selalu menjadi penyebab dari fakta sosial yang lain.
Metode
yang digunakan oleh paradigma Perilaku Sosial adalah eksperimen. Dengan
eksperimen peneliti dapat mengontrol secara ketat obyek sasaran dan kondisi
lingkungan sekitarnya. Dengan begitu peneliti berpeluang untuk membuat
penilaian dan pengukuran secara lebih tepat terhadap tingkah laku para actor
yang dijadiakan obyek risetnya.
Kesimpualan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa ketiga paradigma ini mempunyai suatu perbedaan. Paradigma fakta sosial
memandang bahwa perilaku di kontrol oleh berbagai norma, nilai- nilai serta
sekian alat pengendalian sosial lannya. Paradigma tindakan sosial adalah bahwa
tindakan seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri dan mereka bebas
untuk melakukan perbuatan tanpa terpengaruh oleh sistem atau struktur sosial di
luar dirinya. Sedangkan perilaku sosial bahwa yang terakhir ini melihat tingkah
laku manusia sebagai senantiasa dikendalikan oleh kemungkinan penggunaan
kekuasaan atau kmungkinan penggunaan kekuatan.
Teori-teori paradigma fakta sosial adalah:
1. Teori fungsionalisme setruktural
2. Teori konflik
3. Teori sistem
4. Teori sosiologi makro
Metode yng di gunakan adalah kuesioner dan intervew
Teori paradigma definisi sosial:
1. Teori aksi
2. Teori interaksionisme simbolik
3. Teori fenomenologi
Metode yang digunakan adalah partisipant
observation atau partisipant as observer
Teori paradigma perilaku sosial:
1. Teori behavioral sociology
2. Teori echange
Metode yang di gunakan adalah eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Sukanto, Memahami Fenomen Hukum dengan
Prespektif Paradigma Sosial,(Surabaya: Al-Qanun, 2005)
Ritzer,George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan
Berparadigma Ganda,(jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2011)
[1] Sukanto, Memahami fenomen hukum dengan
prespektif paradigma sosial,(Surabaya: Al-Qanun, 2005), hal 656.
[2]
George ritzer, sosiologi ilmu
pengetahuan berparadigma ganda,(jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2011),hal 14
[3] Ibid hal 657
[4] George Ritzer, Sosiologi Ilmu
Pengetahuan Berparadigma Ganda,(jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2011),hal 21
[5] Ibid hal 658
[6] Ibid hal 658
[7] George ritzer, sosiologi ilmu
pengetahuan berparadigma ganda,(jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2011),hal 45
[8] Ibid hal 659
[9] George ritzer, sosiologi ilmu
pengetahuan berparadigma ganda,(jakarta : PT Rajagrafindo Persada,
2011),hal 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar