LAPORAN PENELITIAN
MASYARAKAT
MARGINAL URBAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“PANCASILA”
Dosen Pembimbing
Nama Kelompok IX
1.
Ahmad Fathullah
Bin Ali (B43211071)
2.
Erma Ayu
Septiani (B03211008)
3.
Moh Arif
Bahrudin (BO3211021)
4.
Nita Herlina
Ekasaputri (B03211025)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
SURABAYA 2011
MASYARAKAT
MARGINAL URBAN
(
Masyarakat yang tidak memiliki akses politik)
1.
Latar Belakang
. Waria merupakan kelompok minoritas
dalam masyarakat, namun demikian jumlah waria semakin hari semakin bertambah,
terutama di kota-kota besar.
Kehadiran
seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya tidak mungkin
dihindari. Waria bukan menjadi hal yang aneh lagi bagi masyarakat Indonesia.
Pola prilaku sosial dan keagamaan
masyarakat marginal urban, yakni masyarakat yang tidak memiliki akses politik.
Di mana dalam masyarakat ini, para kaum waria yang mempunyai komunitas
tersendiri, komunitas ini penting untuk diteliti karena para kaum waria ini
menjadi suatu kontrofersi yang ada di Indonesia dan para waria ini ingin disahkan
keberadaannya. Situasi dan kondisi masyarakat sekitar sana yakni acuh tak acuh
tidak terlalu mempedulikan masalah
komunitas waria berada di sekitar mereka.
Mereka juga tida terlalu
menghiraukan celaan maupun ejekan yang dikatakan masyaraat sekitar karena
mereka menyadari kodrat mereka.mayoritas para waria bergelut dalam pekerjaan
salon dan penari ular dari situlah mereka bisa memenuhi kebutuhan
hidup.kehidupan ara waria seperti para perempuan pada umumnya, mereka mayoritas beragama islam dan
beribadahpun seperti para perempuan yang menggunakan mukena dan jilbab
2. Permasalahan
·
Bagaimana Model
Solidaritas Komunitas Waria
·
Bagaimana Tingat
Religious Komunitas Waria
·
Bagaimana Pola
Kerukunan Komunitas Waria
·
Bagaimana
Pandangan Masyarakat Setempat Terhadap Kalangan Waria
3. Tujuan
Tujuan dari meneliti
masyarakat yang tidak memiliki akses politik ini, agar kita mengetahui bersama
bagaimana tingkat religious dan
bagaimana menghadapi kehidupan bermasyarakat para komunitas waria, serta
bagaimana pandangan masyarakat tentang komunitas waria yang ada di sekitar
tempat tinggal mereka.
4. Kajian Teori
·
Teori pendekatan
Brannen
(Alsa, 2003)
·
Teori rasionalisasi Peter L Berger
5. Temuan Data
·
Deskripsi hasil
wawancara di lapangan dengan narasumber
·
Identitas
narasumber, solidaritas sosial dan keagamaan
·
Pekerjaan dan
penghasilan narasumber
·
Pengecekan data
(triangulasi data)
6. Pembahasan
Profil Kehidupan Komunitas Waria
Dari para
responden yang didapat memberitahukan bahwa pola hidup komunitas waria sama seperti
pola hidup perempuan pada umumnya, kebanyakan para waria
bekerja sebagai tukang rias dan memiliki salon sendiri. Walaupun ada yang
menjadi penari ular, penari jaipongan, dan penyanyi namun pekerjaan yang mereka
geluti adalah tukang rias dan salon.
Para waria ini lebih cenderung tertarik dengan lelaki, mereka tidak tertarik
dengan perempuan dikarenakan perempuan dianggap sama seperti dirinya.para waria ini selalu meyesuaikan dirinya terhadap
lingkungannya, apabila
para waria ini berkumpul dengan ibu-ibu berjilbab mereka akan ikut menggunakan jilbab,
namun mereka akan berpenampilan seperti
waria lagi apabila telah berada di rumah atau di luar rumah. Mereka juga memiliki rasa kepedulian,
jikalau ada orang yang meninggal mereka juga melayat.Dalam
segi agama mereka mayoritas
beragama islam tetap mengikuti kegiatannya seperti
tahlilan, berta’jiah atau yang lainnya, tapi tetap dengan menggunakan pakaian
wanita lengkap dengan jilbab mereka
para waria ini menjalani hidup dengan baik dan dapat diterima oleh masyarakat setempat,
masyarakat yang berada di sekitar komunitas waria ini tidak terganggu mereka
menjalani hidup normal seperti warga-warga lainnya, walaupun kadang terdapat
orang yang mencemooh namun mereka tidak memasukkannya di dalam hati karena merea menyadari kodrat mereka sebagai waria,
mereka menggangap cemo’oahan
adalah hal yang biasa saja. Dalam segi finansial mereka
juga tidak kekurangan, pekerjaan yang digeluti para komunitas ini sangat bisa
menopang kehidupan mereka, penghasilan yang hampir mencapai 3 juta perbulan.
Misalnya seperti
responden yang bernama Achil umur 35, alamat seduri mojosari mojokerto
pekerjaan salon dan makelar mobil, diantara para waria yang lain achil inilah
waria yang paling sukses ia memiliki 2 mobil penghasilannyapun sekitar 24 juta
dalam sebulan, penghasilan sebanyak itu diperoleh dari bekerja sebagai makelar
mobil, rumah yang di tempati juga rumahnya sendiri hasil dari dia bekerja.
Achil juga membantu para waria yang lain untuk mempunyai keahian seperti rias
dan menari. Dikalangan para waria inilah achil yang paling sukses dan memiliki
banyak keahlian. Tempat tinggal achil memang temasuk dalam pedesaan jadi rumah
achil itu sudah termasuk rumah yang mewah di desa itu.
Kebanyakan para
waria ini sukses dalam pekerjaannya karena mereka sangat bersungguh- sungguh
dalam bekerja sebelum mereka membuka salon mereka bersekolah di Surabaya moll I
rudi Surabaya salon, mereka juga mencari pengalaman membantu salon meski tidak
dibayar karena mereka mengutamakan pengalaman terlebih dahulu setelah itu
mereka membuka salon. Penghasilan merekapun bisa ikatakan cukup untuk memenuhi
kbutuhan sehari- hari.
Dalam
bermasyarakat mereka seperti wanita pada umumnya, mereka juga mengadakan
kumpulan waria setempat dan juga mengadakan arisan mereka juga berperilaku
sopan, tolong menolong sesama waria dan masyarakat sekitar. Para waria ini
selalu berkumpul dihari tertentu.waria ini bukan hanya berasal dari satu desa
namun dari beberapa desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar